Archive for May, 2014

Seperti kita ketahui jalur pantura selalu diperbaiki setiap tahun nya menjelang hari raya idul fitri selalu ada perbaikan jalan, entah karena jalan nya berlubang dan kerusakan lainnya. Perbaikan Jalur Pantura ini akan menelan anggaran Rp1,2 triliun hingga Rp1,3 triliun, meliputi biaya pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan peningkatan kapasitas. Dana itu tentu saja relatif, bisa dikatakan kecil, tetap juga dapat dikatakan besar. Relatif kecil, jika mengingat Jalur Pantura sepanjang 1.300 km itu, saat ini dalam kondisi kerusakan cukup parah. Jangankan Jalur Pantura yang dilalui kendaraan berat dengan intensitas yang tinggi, kebanyakan jalan di Jawa saat ini rusak parah akibat tergerus air hujan dan banjir. Sebaliknya dapat dikatakan relatif besar, jika mengingat perbaikan jalur pantura seakan-akan menjadi ritual tahunan, bahkan 3 bulanan. Maka, setiap menjelang Lebaran, proyek perbaikan dan peningkatan kapasitas jalur pantura dikebut, Inilah yang justru menjadi biaya tinggi karena perbaikan jalan hanya terjadi secara “tambal sulam” sekadar meratakan kembali permukaan jalan, yang berpotensi rusak kembali dan perlu dianggarkan lagi untuk tahun berikutnya.

Belum lagi dalam pelaksanaannya, kerap terjadi mark-up anggaran sehingga kualitas jalan tidak memadai. Merujuk angka yang pernah dilansir pejabat Badan Pemeriksa Keuangan, dengan sampel di jalur tertentu, mark-up proyek jalan bahkan sampai 70%! Maka tidak heran, jika kualitas jalan menjadi ala kadarnya, dan sangat cepat rusak kembali. Karena itu, seyogianyalah pemerintah mengubah orientasi pembangunan infrastruktur jalan di pantura; dari sekadar perawatan dan pemeliharaan, bergeser menjadi pembangunan kembali, disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan teknologi transportasi dan kemajuan industri. Kita tahu, jalur pantura saat ini dilalui banyak kendaraan berat dengan kapasitas yang bisa mencapai 25-30 ton bahkan lebih, sejalan dengan kemajuan teknologi mesin. Sementara itu, kapasitas jalan masih jauh di bawah tonase tersebut. Pemerintah, dalam hal ini Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, memang menerapkan mekanisme jembatan timbang untuk memberI denda bagi truk atau alat angkut yang kapasitasnya melebihi kapasitas jalan. Namun, mekanisme jembatan timbang ini justru menjadi bumerang, karena dua hal. Pertama, kerap alat angkut tersebut tidak melalui jembatan timbang asalkan membayar ongkos siluman—yang menjadi sumber biaya tinggi. Kedua, kalaupun melalui jembatan timbang, mereka tetap saja lolos, sekali lagi, dengan membayar biaya siluman. Maka, fungsi jembatan timbang tidak lagi sebagai alat kontrol untuk mencegah penggunaan kapasitas jalan yang berlebih, tetapi sekadar menjadi alat administratif. Alhasil, tujuan menjaga kapasitas jalan tidak tercapai, tetapi justru menciptakan praktik subur korupsi yang memicu biaya tinggi. Maka, mau tidak mau, kapasitas jalan di jalur pantura memang harus ditingkatkan sesuai perkembangan jaman dan teknologi angkutan. Dengan kata lain, pemerintah justru perlu mengalokasikan dana yang lebih besar untuk peningkatan kapasitas jalur pantura, tetapi dengan mekanisme pengawasan proyek yang ketat agar kualitas jalan yang dibangun sesuai dengan yang diharapkan dan bertahan lama. Tidak perlu muncul apologi bahwa pemerintah tidak punya dana.

APBN sebenarnya memiliki dana yang memadai asalkan pemerintah mampu menentukan prioritas yang tepat, dan mampu menekan kebocoran di sana-sini. Sekadar contoh, kelemahan prioritas anggaran begitu mudah terbaca, tatkala menjelang pemilihan umum pada tahun ini, alokasi dana bantuan sosial yang tersebar di banyak kementerian—10 dari 14 kementerian terkait dengan partai politik—melonjak drastis, yang mencapai Rp91 triliun. Belum lagi dana subsidi lebih dari Rp200 triliun setiap tahun, yang habis dibakar di jalan raya. Anggaran subsidi yang besar ini juga cermin populisme, sebagai dampak dari pemilu tahun 2009 saat pemerintah menurunkan harga BBM dua kali yang akhirnya memicu beban subsidi setiap tahun. Kalau pemerintah—di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono—mau, ada kesempatan melakukan realokasi anggaran untuk memperkuat infrastruktur ekonomi nasional, memperbaiki daya saing, menekan biaya tinggi, ketimbang menjadi anggaran konsumtif dan berpotensi menjadi bancakan.

 

sumber : http://koran.bisnis.com/read/20140324/245/213161/tajuk-bisnis-jalur-pantura-dan-bancakan-anggaran